Wednesday, September 13, 2017

MAHKAMAH AGUNG

Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.


1. Susunan, Kedudukan, dan Jumlah Anggota Mahkamah Agung

Susunan Mahkamah Agung
Dinominasikan oleh Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR dan penetapan Presiden.
Mahkamah Agung terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Pada tanggal 8 Februari 2012, Hatta Ali terpilih menjadi Ketua MA, menggantikan Harifin A. Tumpa, dengan mendapatkan suara mayoritas yaitu 28 suara dari 54 hakim agung. Urutan kedua, Ahmad Kamil 15 suara, Abdul Kadir Mappong 5 suara dan M. Saleh 3 suara dan Paulus Effendi Lotulung 1 suara dan suara tidak sah 3 orang.
Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem karier atau sistem non karier. Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Tugas Hakim Agung adalah Mengadili dan memutus perkara pada tingkat Kasasi.

Kedudukan Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung merupakan lembaga tinggi negara sebagaimana yang tercantum dalam Ketetapam Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 dan merupakan Lembaga Peradilan tertinggi dari semua lembaga peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Mahkamah Agung membawai 4 badan peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sejak Amandemen Ke-3 UUD 1945 kedudukan Mahkamah Agung tidak lagi menjadi satu-satunya puncak kekuasaan kehakiman, dengan berdirinya Mahkamah Konstitusi pada tahun 2003 puncak kekuasaan kehakiman menjadi 2, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, namun tidak seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi tidak membawahi suatu badan peradilan.


2. Fungsi Mahkamah Agung
Fungsi Mahkamah Agung :
A. Tugas dan Fungsi Mahkamah Agung RI
Tugas pokok Mahkamah Agung adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman” tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:
1) Peradilan Umum;
2) Pemdilan Agama;
3) Peradilan Militer;
4) Peadilan Tata Usaha Negara.
Bahkan Mahkamah Agung sebagai pula pengawas tertinggi atas perbuatan Hakim dari semua lingkungan peradilan.Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah Agung mempunyai Organisasi, administrasi dan keuangan sendiri. Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof dan tambah 1 fungsi lagi, sebagai berikut:
1) Fungsi Paradilan;
2) Fungsi Pengawasan;
3) Fungsi Pengaturan;
4) Fungsi Memberi Nasehat;
5) Fungsi Administrasi.
6) Fungsi Lain-lain.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Fungsi Peradilan
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
- permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/ menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2) Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan:
Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).\
Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3) Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14Tahun 1985).
Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
4) Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
5) Fungsi Administratif
Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
6) Fungsi Lain-Lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
Wewenang mahkamah agung
Pengertian Mahkamah Agung menurut Ketentuan umum/ Pasal 1 UU no 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman  yaitu Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan  kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Beberapa kewenangan Mahkamah Agung dirumuskan dalam UU no 48 Tahun 2009, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
Mahkamah Agung adalah pemegang Kekuasaan peradilan bersama mahkamah Konstitusi dengan tugas dan kewenangan masing-masing yang berbeda. Pasal 18 UU no 48 tahun 2009 ayat 2 tentang Kekuasaan Kehakiman
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Mahkamah Agung adalah pemegang Kekuasaan peradilan bersama mahkamah Konstitusi dengan tugas masing-masing yang berbeda.Pasal 25 ayat 1 UU no 48 tahun 2009 ayat 2 tentang Kekuasaan Kehakiman
“Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.”
Pasal tersebut menjelaskan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi melaksanakan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
Mahkamah Agung  membawahi suatu Pengadilan Khusus sesuai dengan pasal  27 UU no 48 tahun 2009
“Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.”
Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di ingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Pasal 39 UU  48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
“Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung.”
Berdasarkan pasal 20 UU no 48 tahun 2009 ayat 2 tentang Kekuasaan Kehakiman
Mahkamah Agung berwenang:
1. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain;
2. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
3. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
Mahkamah Agung dapat dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan dan tempat pengajuan PK
Pasal 22 UU  48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
1. Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan.
2. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
Dalam pasal tersebut Mahkamah Agung dapat dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan dan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
Pimpinan Mahkamah Agung bersama pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa menjadi saksi pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat terdapat suatu hal yang bersifat memaksa atau keadaan lain yang membuat Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa menyelenggarakan sidang. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 9 ayat 2 UU  48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:
“Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.”
Mahkamah Agung bisa memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal Pemberian Grasi dan Rehabilitasi. Sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 UU  48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
(1)  Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Peran Mahkamah Agung dalam pengajuan Hakim Konstitusi. Pasal 34 UU  48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.
 Dalam hal ini Mahkamah Agung berhak untuk mengajukan 3 orang Hakim Konstitusi
3. MASA JABATAN
Lama masa jabatan : 5 tahun, dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
4. HAK SERTA KEWAJIBAN LEMBAGA DAN ANGGOTA MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa dan memutus permohonan kasasi.
Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili
Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan tingkat terakhir di lingkungan peradilan yang berada dibawah MA
mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan
Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan
Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, tegoran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan
Mahkamah Agung memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi
Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain
Menguji peraturan perundang-undangan
Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawa undang-undang
(UU No. 14 tahun 1985 pasal 28, 32 34 35 ; UU No. 4 tahun 2004 pasal 11; dan UU No. 5 tahun 2004 pasal 31)

5. ALAT KELENGKAPAN
Sesuai dengan pasal 11A Undang-Undang  RI no 3 tahun 2009 Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri atas:
3 (tiga ) orang Hakim Agung; dan  4 (empat) orang Anggota Komisi Yudisial. Anggota Majelis Kehormatan Hakim bukan merupakan anggota Tim Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan langsung terhadap dugaan pelanggaran. Majelis Kehormatan Hakim dibantu oleh seorang Sekretaris yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atau Ketua Komisi Yudisial. Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim bertugas mencatat jalannya persidangan dan membuat berita acara persidanga. Dalam hal usulan penjatuhan sanksi berasal dari Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Agung menunjuk salah seorang Hakim Agung sebagai Ketua Majelis Kehormatan Hakim dan satu orang pegawai Badan Pengawasan Mahkamah Agung sebagai Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim. Dalam hal usulan penjatuhan sanksi berasal dari Komisi Yudisial, Ketua Komisi Yudisial menunjuk salah seorang Anggota Komisi Yudisial sebagai Ketua Majelis Kehormatan Hakim dan satu orang pegawai Komisi Yudisial sebagai Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim. Majelis Kehormatan Hakim ditetapkan dalam penetapan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial. Dalam hal terdapat Anggota Majelis Kehormatan Hakim yang mengundurkan diri, berhalangan sementara atau berhalangan tetap, maka Pimpinan Mahkamah Agung RI atau Ketua Komisi Yudisial RI segera menunjuk penggantinya sesuai dengan asal lembaga anggota majelis tersebut.


Pasal 254
Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246, dan Pasal 247. mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
Pasal 255
(1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.
(2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya . lagi mengenai. bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain.
(3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut.
Pasal 256
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.
Pasal 257
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan kasasi Mahkamah'Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam waktu tujuh hari.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Pasal 30
(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
(4) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung.

6. Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Dalam proses persidangan dan proses pengambilan keputusan Mahkamah agung didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (paal 254, 255, 256, 257) dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung pasal 30.
Pasal 254
Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246, dan Pasal 247. mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
Pasal 255
(1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.
(2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya . lagi mengenai. bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain.
(3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut.
Pasal 256
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.
Pasal 257
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan kasasi Mahkamah'Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam waktu tujuh hari.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Pasal 30
(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
(4) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung.



No comments:
Write comments