Upaya pencegahan atau upaya preventif. Secara etimologi, preventif
berasal dari bahasa latin pravenire
yang artinya datang sebelum/antisipasi/mencegah untuk tidak terjadi sesuatu.
Menurut Oktavia (2013) “upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh
individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan”. Upaya
pencegahan atau preventif biasanya dilakukan kepada pihak yang belum atau
rentan terhadap suatu masalah. Dalam penelitian ini, upaya preventif adalah
tindakan pencegahan kenakalan remaja yang dilakukan oleh remaja/siswa yang belum atau rentan terhadap perilaku kenakalan.
Upaya
preventif yang dapat dilakukan antara lain dengan:
“1. Usaha
preventif kenakalan remaja dengan cara
moralistis adalah menitikberatkan kepada pembinaan moral dan membina kekuatan mental anak remaja. Dengan
memberikan pembinaan moral maka akan menjauhkan remaja pada perilaku-perilaku
menyimpang atau perilaku kenakalan yang dapat menjerumuskan mereka pada dunia
hitam. Selain itu, dengan memiliki mental yang kuat maka akan menjadikan remaja
tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya, sehingga remaja tidak
mudah terjerumus ke dalam lingkungan yang tidak sehat,
2. Usaha
preventif kenakalan remaja dengan cara
abolisionistis adalah untuk mengurangi, bahkan untuk menghilangkan
sebab-sebab yang mendorong remaja melakukan perilaku kenakalan. Hal ini
membutuhkan pendekatan mendalam dengan remaja untuk mengetahui alasan mereka
melakukan perilaku kenakalan”. (Sudarsono, 2012:93)
Selain upaya
di atas, terdapat upaya lain yang dapat dilakukan dalam mencegah kenakalan
remaja, yaitu melakukan penyuluhan terhadap keluarga, sekolah, dan masyarakat. “Penyuluhan
tersebut dapat berupa penyuluhan tentang sebab-sebab kenakalan remaja”
(Sudarsono, 2012:123). Dengan mengetahui sebab-sebabnya maka akan mempermudah
dalam mencegah terjadinya kenakalan pada remaja. Penyebab kenakalan remaja
antara lain:
1.
Keadaan
Keluarga
Adapun keadaan keluarga yang dapat menjadi
penyebab terjadinya perilaku kenakalan pada remaja adalah:
a.
Keluarga
yang Tidak Normal (Broken Home)
Menurut pendapat Moeljatno
“broken home memiliki kemungkinan
besar bagi terjadinya kenakalan remaja, karena utamanya perpisahan orangtua
atau perceraian dapat mempengaruhi perkembangan anak. Keadaan keluarga tidak
normal tidak hanya terjadi pada keluarga broken
home, akan tetapi juga terjadi pada keluarga modern yang biasanya terjadi
gejala broken homosemu (quasi broken home), yakni kedua orangtua
masih utuh dan lengkap akan tetapi karena kesibukan masing-masing (baik ayah
maupun ibu) maupun keduanya sehingga orangtua tidak memiliki waktu untuk
memberikan pendidikan pada anak-anaknya” (dalam Sudarsono, 2012:125-126).
Dalam keluarga dengan gejala quasi broken home tidak jarang orangtua tidak dapat bertemu dengan
anak-anaknya. Hal tersebut dikarenakan anak sudah tertidur ketika orangtua baru
pulang dari bekerja, ataupun orangtua masih tertidur ketika anak akan berangkat
ke sekolah dan orangtua kembali bekerja ketika anak sudah pulang kerumah dan
seterusnya. Keadaan seperti ini sangatlah merugikan bagi perkembangan anak.
Anak akan merasa konflik-konflik psikologis dan frustasi , sehingga keadaan ini
dapat mendorong anak untuk melakukan tindakan kenakalan remaja.
Pada dasarnya kenakalan remaja akibat broken home maupun quasi broken home dapat diatasi dengan orangtua yang
bertanggungjawab memelihara dan mendidik anak-anaknya serta memberikan kasih
sayang pada anak secara sepenuhnya sehingga anak tersebut merasa seolah-olah
tidak pernah kehilangan ayah dan ibunya. Selain itu, pemenuhan kebutuhan jasmani,
seperti makan, minum, pakaian, dan sarana-sarana lainnya juga dapat
menghindarkan anak dari perbuatan kenakalan seperti penyalahgunaan narkoba,
pencurian, gelandangan, dan lain-lain.
b.
Keadaan
Jumlah Anak yang Kurang Menguntungkan
Jumlah anak yang terlalu sedikit ataupun terlalu
banyak akan menimbulkan beberapa permasalahan yang akan merugikan keluarga. Keadaan
tersebut berupa:
1.
Keluarga
Kecil
“Dalam keluarga kecil kebanyakan anak tunggal
sangat dimanjakan oleh orang tuanya, pemenuhan kebutuhan yang berlebihan dan
segala permintaan anak akan dikabulkan” (Sudarsono, 2012:127). Perlakuan orang
tua terhadap anak akan menyulitkan anak itu sendiri dalam bergaul dengan
masyarakat. Apabila keinginan mereka tidak dikabulkan oleh masyarakat maka
mereka akan marah dan mudah berbuat
jahat misalnya melakukan penganiayaan, berkelahi, dan melakukan pengrusakan.
2.
Keluarga
Besar
Dalam keluarga besar dengan jumlah anak yang
banyak biasanya sangat kurang dalam hal pengawasan anak oleh orang tua. Pembagian
kasih sayang yang tidak merata atau tidak sama dapat memicu persaingan dan rasa
iri hati antar sesama anggota keluarga. Hal tersebut dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak.
Cara
mengatasi penyebab kenakalan remaja dalam hal keluarga kecil dan keluarga besar
dapat dilakukan dengan mengikuti program keluarga berencana (KB) dengan target
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). Melalui NKKBS maka dapat
terwujud:
“1. Kesehatan ibu
lebih terjamin, 2. Pemenuhan kebutuhan anak baik rohani maupun jasmani
mendekati keadaan normal, 3. Kesempatan untuk mencari nafkah bagi kedua orang
tua lebih menguntungkan, 3. Terbukanya kesempatan bagi anak-anak untuk menuntut
ilmu lebih memadai” (Sudarsono, 2012:128).
Persiapan Kehidupan Berencana bagi Remaja
(PKBR) agar remaja mampu membentuk keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Selain itu, BKKBN juga mempunya program GenRe (Generasi Berencana) untuk
mempersiapkan remaja agar mampu membentuk keluarga kecil yang bahagia dan
ideal.
2.
Keberadaan
Pendidikan Formal
Selama
remaja menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara remaja
dengan sesamanya, juga interaksi remaja dengan pendidik. Tidak semua anak-anak
yang memasuki sekolah memiliki watak yang baik, seperti suka membolos, merokok,
menonton video porno, dan memakai narkoba yang memberikan kesan kebebasan tanpa
kontrol. Sesuai dengan keadaan seperti ini sekolah-sekolah sebagai tempat
pendidikan anak menjadi sumber konflik psikologis yang dapat membentuk perilaku
anak menjadi perilaku menyimpang sampai terjadinya kenakalan pada remaja.
Munculnya perlakuan tidak adil dari guru juga
menjadi penyebab munculnya kenakalan remaja. Hukuman/sanksi yang kurang
menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman, dan kedisiplinan yang terlalu
ketat juga kerap kali menyumbangkan pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap perkembangan remaja di sekolah, sehingga mungkin saja hal-hal
tersebut dapat menimbulkan kenakalan remaja.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
kenakalan remaja di sekolah adalah:
a.
Menetapkan
peraturan tentang pakaian seragam dengan maksud agar tercipta keserasian antar
siswa.
b.
Diadakan
operasi tertib di lingkungan sekolah dengan waktu yang tidak ditentukan.
c.
Mengadakan
kontak denga keluarga siswa
d.
Mengembangkan
prestasi siswa dalam segala bidang.
3.
Keadaan
Masyarakat
“Anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu
mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung
maupun tidak langsung” (Sudarsono, 2012:131). Misalnya, anak remaja miskin yang
memiliki rasa rendah diri dalam masyarakat akan melakukan tindakan menyimpang
seperti mencuri, merampas hak milik orang lain, dan penipuan. Tujuan mereka
melakukan itu adalah untuk dapat meningkatkan harga dirinya di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Bagi remaja, keinginan untuk melakukan perbuatan
menyimpang biasanya bersumber dari bahan bacaan, gambar-gambar, dan film. Bahan
bacaan yang buruk (bernuansa seks), dan gambar-gambar serta film porno dapat
meracuni pikiran mereka dan memberikan rangsangan seks terhadap remaja.
Rangsangan seks pada remaja akan sangat berpengaruh negatif terhadapa
perkembangan jiwanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
kenakalan tersebut adalah dengan mengadakan penyensoran film-film yang lebih
menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui radio,
televisi, maupun media massa lainnya. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
dengan mengadakan pengawasan terhadap buku-buku komik, majalah, bahkan buku
pelajaran di sekolah.
Selain beberapa tindakan di atas, terdapat pula
tindakan preventif lain yang dapat dilakukan, yaitu:
“1. Meningkatkan
kesejahteran keluarga, 2. Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum,
kampung-kampung miskin, 3. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif
untuk memperbaiki tingkahlaku dan membantu remaja dari kesulitan mereka, 4.
Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja, 5. Membentuk badan
kesejahteraan anak-anak, 6. Mengadakan panti asuhan, 7. Mengadakan lembaga
reformatis untuk memberikan pelatihan korektif, pengoreksiann dan asistensi
untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang
membutuhkan, 8. Membuat badan supervise dan pengontrol terhadap kegiatan anak
delinkuen, disertai program yang korektif, 9. Mengadakan pengadilan anak, 9. Mendirikan
tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja. Misalnya berupa
latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, latihan berwirausaha, dan
lain-lain”. (Kartono, 2014:95)
No comments:
Write comments