Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang
hubungan antara organisme dan lingkungannya. Ekologi berasal dari bahasa Yunani
“oikos” (rumah atau tempat hidup) dan
“logos” yang berarti ilmu. Secara
harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme–organisme atau kelompok–kelompok
terhadap lingkungannya (Irwan, 2012:6). Manusia sebagai satu bagian dari lingkungan
yang kompleks. Kegiatan–kegiatan seperti pertumbuhan penduduk, industri
pembangunan jalan–jalan dan pembangunan hutan, pemakaian insektisida,
pembangunan pemukiman dan pembangunan gedung–gedung lainnya merupakan beberapa
contoh yang dapat mempercepat proses perubahan lingkungan dari bumi ini. Untuk
hidup dan hidup berkelanjutan bagi manusia harus belajar memahami lingkungannya
dan pandai mengatur pemakaian sumber daya alam dengan cara yang dapat
dipertanggungjawabkan demi pengamanan dan pelestarian (Irwan, 2012:12).
Menurut Stern (1971-1938) yang dikutip
dari Dwijoseputro (1990: 9), “manusia adalah produk dari interaksi antara diri
aslinya dengan lingkungan”. Dalam ekologi, lingkungan fisik disebut juga
komponen fisik, komponen tak hidup, komponen non hayati atau komponen abiotik. Komponen
ini terdiri atas tanah, air, udara, cahaya matahari, dan benda–benda alam
lainnya. Disamping itu dikenal juga komponen hayati atau komponen biotik yang
terdiri atas tumbuhan, hewan dan makhluk hidup lainnya. Dalam Sosiologi Manusia
terdapat ekologi manusia yang membicarakan hubungan timbal balik antara manusia
dengan sesama manusia, sedangkan ekologi manusia mempelajari hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungannya yang tidak hanya sesama manusia saja
(Dwidjoseputro, 1990:10).
Kewarganegaraan
sebagaimana pendapat dari Heater (2004:1), bahwa
“Citizenship is a form of
socio-political identity”. Kewarganegaraan
terwujud dari hubungan antara individu bukan hanya dengan
individu yang lain (seperti halnya yang terjadi pada
sistem feodal, monarki dan tirani) atau suatu kelompok (seperti dengan
kebangsaan), akan tetapi pada hakikatnya berhubungan dengan negara. Identitas
kewarganegaraan diabadikan di dalam hak-hak yang disampaikan oleh negara
dan kewajiban-kewajiban yang dilakukan oleh setiap warga negara, yang semuanya
adalah orang-orang yang mandiri, yang memiliki status sama. Warga negara
yang baik, adalah mereka yang memiliki kesetiaan kepada negara dan memiliki
rasa tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban mereka. Sebagai konsekuensinya,
mereka memerlukan keterampilan yang tepat untuk partisipasi kewarganegaraan
ini. Konsep kewarganegaraan terwujud melalui berfungsinya peran
negara dalam memenuhi hak-hak dasar warga negaranya dan partisipasi warga
negara dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara baik.
Kewarganegaraan
dalam era modernisasi sekarang ini menghadapi permasalahan yang menurut Turner
(2001) dipengaruhi oleh globalisasi dan kondisi alam. Ketersediaan
sumber-sumber daya yang terdiri dari bumi, air, udara dan kekayaan alam menjadi
faktor penting dalam memenuhi kebutuhan manusia. Turner (2001) sekali lagi
menegaskan makna bahwa, dalam era modern muncul masalah-masalah yang
membutuhkan peran negara dalam mengatur kehidupan warga negaranya dan
ketersediaan sumber-sumber daya terutama masalah alokasi atau pembagian sumber
daya untuk menjamin rasa keadilan. Negara melalui kekuasaan yang dimiliki
bertanggung jawab dalam ikut menyelesaikan berbagai permasalahan
kewarganegaraan tersebut.
Menurut
Kalidjernih (2010), “modernitas telah membawa dampak besar kepada manusia
secara individu (self) dan perubahan sosial yang hebat dalam berbagai
masyarakat yang berkaitan dengan masalah ekologikal, yang muncul beberapa
dasawarsa terakhir” (2010:155). Masalah ekologikal terjadinya terutama karena,
kerusakan lingkungan. Kondisi ini memunculkan gerakan yang sering disebut
environmentalisme. Gerakan environmentalis berupaya melakukan penyadaran atas
ketergantungan manusia dengan alam yang dapat mempengaruhi pola hidup dan
perilaku manusia. Kondisi ini membawa implikasi penting kepada konsepsi
kewarganegaraan. Terutama berkaitan dengan peran negara sebagai pengambil
kebijakan dalam mengatur kehidupan ecological
(2010:160-161).
Dobson (2007) menawarkan penyelesaian kondisi ekologi yang semakin
rusak dengan satu perspektif baru untuk memandang
persoalan lingkungan dari posisi sebagai anggota
warga negara (citizen). Perspektif baru oleh Dobson dinamakan
kewarganegaraan ekologi (ecological
citizenship), yaitu:
“Pandangan
setiap warga negara bersamaan dengan statusnya
sebagai anggota suatu entitas politik bernama negara yang memiliki hak untuk
menikmati kehidupan yang sehat dan kewajiban ikut
mewujudkannya. Pandangan tersebut merupakan
nilai kebajikan berdasar kewarganegaran yang lebih dari sekedar pandangan yang
dibatasi teritorial suatu negara.”
Dari kutipan tersebut, Dobson beranggapan bahwa kewarganegaraan
ekologi turut menjadi satu
pandangan yang memicu gerakan kepedulian lingkungan secara privat individu
maupun publik.
Menurut Sutton (2011), “Ecological
Citizenship merupakan hak akses dan
kewajiban terhadap pelestarian lingkungan alam yang muncul dari suatu pengakuan
bahwa manusia dan alam adalah bagian dari eksosistem yang saling bergantung satu sama lainnya”. Sehingga ecological
citizenship membutuhkan perubahan gaya hidup bagi masyarakat modern yang
bersifat konsumtif. Sehingga adanya aturan yang jelas terhadap keberlangsungan
alam dan seisinya tetapi untuk membuat lingkungan kita menjadi asri kembali
tidak dapat diwujudkan melalui proses yang cepat melainkan membutuhkan keseriusan
dan kesabaran yang tinggi untuk memiliki kepedulian
terhadap lingkungan.
Turner (2001) yang dikutip dari Prasetyo
(2016), menjelaskan “kewarganegaraan ekologi sebagai
ekspresi dari kewajiban warga negara untuk mengembalikan keaslian lingkungan”.
Dobson sepakat dengan pendapat dari Mark Smith bahwa sudah saatnya ada
pandangan tentang ‘a new politics of obligation’ atau pandangan politik
yang mulai memberikan perhatian pada kewajiban manusia kepada hewan,
tumbuh-tumbuhan, gunung, laut, dan semua anggota dalam komunitas. Dobson (2007)
mengingatkan bahwa realisasi dari kewarganegaraan ekologi dimulai dari
lingkungan rumah sebagai praktek habituasi kepedulian lingkungan bagi
internalisasi kebajikan (virtue) seperti peduli (care) dan
keharuan (compassion).
Menurut
Kalidjernih (2010), gagasan ekologi kewarganegaraan (ecological citizenship)
ini membawa implikasi penting kepada konsepsi kewarganegaraan yang dikaitkan
dengan keberadaan di dunia saat ini sebagai masyarakat resiko (risk society),
penting adanya usaha untuk melindungi masyarakat dari dampak kerusakan
lingkungan. Kondisi ini menuntut kepedulian pada kelestarian lingkungan,
mencegah eksploitasi terhadap lingkungan, dan mendorong pertanggung jawaban
terhadap sumber-sumber alam. Tanggung jawab manusia bukan hanya terhadap
manusia, tapi juga alam.
No comments:
Write comments