Thursday, October 5, 2017

Tugas dan Wewenang Polisi Lalu Lintas

 mimin akan memberikan memberikan penjelasan tentang salah satu tugas dan wewenang Satuan Lalulintas dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalulintas seperti yang diamanatkan undang-undang bahwa Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melakukan tugasnya berwenang untuk:
menghentikan kendaraan bermotor;
meminta keterangan kepada Pengemudi; dan/atau
melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.

RAZIA KENDARAAN BERMOTOR

Pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan. Jangan salah paham kalo dalam perjalanan anda disuruh berhenti untuk dimintai keterangan/diperiksa

Yang dimaksud dengan “berkala” atau yang dikenal dengan “Razia” adalah pemeriksaan yang dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan efektivitas agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan merugikan masyarakat dan yang dimaksud dengan “insidental” adalah termasuk tindakan petugas terhadap pelanggar yang tertangkap tangan, sasaran pelaksanaan operasi kepolisian atau razia adalah Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas atau disingkat Kamseltibcar Lantas dan Angkutan Jalan, serta penanggulangan kejahatan.

TATA CARA PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas yang lazim disebut tilang adalah salah satu bentuk penindakan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan Polri (pasal 260 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Biaya tilang mengacu pada denda yang ditetapkan dalam pasal Undang-Undang.

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang Penggunaan Blanko Tilang, petugas kepolisian akan memberikan tiga opsi kepada pelanggar lalu lintas:


  • Menerima Lembar/Slip Biru, jika pelanggar mengakui telah melakukan pelanggaran lalu lintas. Ini berarti pelanggar akan dikenakan denda maksimal dan membayarnya lewat Bank BRI. Jika pelanggar memilih untuk membayar ke Bank BRI polisi bisa menunjuk petugas khusus atau pelanggar untuk menyetorkan denda ke BRI. Pihak BRI kemudian memberikan struk pembayaran sebagai bukti, kemudian pelanggar datang ke kantor polisi (Sat Lantas) unit Tilang dengan menunjukan bukti/struk pembayaran untuk meminta kembali SIM/STNK/kendaraan yang disita sebagai barang bukti alias BB. Slip biru tersebut kemudian dikirim ke Pengadilan Negeri untuk dilaksanakan sidang tanpa kehadiran pelanggar (verstek). Eitsssssss.......jangan lupa membawa kelengkapan sepeda motor untuk dipasang kembali sebelum mengeluarkan kendaraan. contohnya tidak memakai, kaca spion, plat nomor dll sesuai pasal yang disangsikan. 
  • Menerima Lembar/Slip Merah, jika pelanggar menolak/tidak setuju dengan sangkaan petugas atau akan hadir sendiri di Sidang Pengadilan dengan menggunakan lembar merah tersebut sebagai surat panggilan untuk menghadiri sidang sesuai dengan waktu yang telah dicantumkan dalam kolom yang tersedia pada lembar tersebut.
Memberi uang titipan ke petugas khusus (polisi). Pada opsi ini, pelanggar juga akan diberikan surat tilang Lembar/Slip Biru,. Bedanya dengan opsi 1, pelanggar memberi kuasa kepada polisi untuk hadir di sidang, dan perkaranya akan disidangkan secara verstek. Petugas tersebut akan membayarkan denda yang sudah dititipkan oleh pelanggar ke BRI dan mengirimkan slipnya ke Pengadilan Negeri.
Contoh : Tidak memiliki SIM

Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan,tidak memiliki Surat Izin Mengemudi Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1) Denda : Rp 1.000.000,-

Ket: Dengan Blanko Tilang warna biru melanggar pasal ini (tidak memiliki SIM ), pelanggar diwajibkan untuk membayar denda maksimal yaitu Rp 1.000.000,-

Hal ini berbeda jika pelanggar ditilang menggunakan Blanko warna merah, karena denda untuk Blanko warna merah ditentukan berdasarkan keputusan Hakim Pengadilan, besarnya denda bisa dibawah denda maksimal atau bisa sesuai denda maksimal tergantung keputusan Hakim.

MENAHAN ATAU MENYITA KENDARAAN

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan dilakukan menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Pasal 270 UU No 22 Tahun 2009).

Menurut KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, maka setelah itu penyidik wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya (Pasal 38 KUHAP).

Yang dapat dikenakan penyitaan menurut pasal 39 KUHAP adalah:

benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;
benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

PENYELEWENGAN TUGAS KEPOLISIAN

Dalam melaksanakan tugasnya, Petugas Kepolisian dianggap menyeleweng bila:

Tindakan petugas menghentikan kendaraan bermotor untuk dilakukan pemeriksaan tanpa ada dasar yang jelas, seperti pelanggaran yang tertangkap tangan, atau pelaksanaan operasi kepolisian.
Meminta atau menerima denda terhadap pelanggaran lalu lintas tanpa memberikan surat tilang.
Menilang atau menyita kendaraan tanpa dasar/alasan yang jelas, seperti menilang atau menyita kendaraan karena telat bayar pajak atau telat registrasi ulang STNK, masih dalam waktu kurang dari 2 (Dua) tahun setelah habis masa berlaku STNK.


No comments:
Write comments