Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil
ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang
tinggal di pesisir pantai dan mereka
yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama
lain dalam hal dialek, cara
hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi
ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan
sungai Nin serta suku Simai.
Serba-Serbi
Suku Asmat
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku terbesar
dan paling terkenal diantara sekian banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya,
Indonesia. Salah satu hal yang membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil
ukiran kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang
seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang
dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku
mereka, yang biasa disebut mbis. Namun tak berhenti sampai disitu, seringkali
juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang
mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di
alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan
sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah
para leluhurnya.
Kondisi
Alam
Wilayah yang mereka tinggali sangat unik.Dataran
coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai.Wilayah yang
ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten
Asmat dengan 7 Kecamatan atau Distrik.Hampir setiap hari hujan turun dengan
curah 3000-4000 milimeter/tahun.Setiap hari juga pasang surut laut masuk
kewilayah ini,sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek
dan berlumpur.Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk diatas tanah
yang lembek.Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini.Orang
yang berjalan harus berhati-hati agar tidak terpeleset,terutama saat hujan.
Pertentangan
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda
Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk
membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian
dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka
menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun
sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan
hilang resmi dari ingatan.
Persebaran
Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah
disekitar pantai laut arafuru dan pegunungan jayawijaya, dengan medan yang
lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam
kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat
berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai mas kawin.
Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku Asmat yang membetuk rawa-rawa
sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi
mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.
Kampung
Asmat
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000
orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak
rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan.
Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi
dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di
Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
Ciri
Fisik
Penduduk Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik
yang khas,berkulit hitam dan berambut keriting. Tubuhnya cukup tinggi.
Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita sekitar 162cm dan tinggi badan
laki-laki mencapai 172cm.
Mata
Pencaharian
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara
suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata
hampir sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan
sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular,
kasuari< burung< babi hutan dll. mereka juga selalu meramuh / menokok
sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk
dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
Sehari-hari orang Asmat bekerja dilingkungan
sekitarnya,terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun,
yang tentunya masih menggunakan metode yang cukup tradisional dan sederhana.
Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka
adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan atau daging
binatang hasil buruan.
Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita.
Masakan istimewa bagi mereka adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka
hanya memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan.
Dalam kehidupan suku Asmat “batu” yang biasa kita
lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu
bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal
suku Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu
jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan
sebagainya.
Makanan
Pokok
Makanan Pokok orang Asmat adalah sagu,hampir
setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar
dalam bara api.Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon
sagu,biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah,ditaburi sagu,dan dibakar
dalam bara api.Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun
demikian yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih.Air tanah sulit
didapat karena wilayah mereka merupakan tanah berawa.Terpaksa menggunakan air
hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Pola
Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup
penduduk asli suku asmat,mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh
karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan,
pohon disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang
pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan
kaki mereka
Cara
Merias Diri
Suku asmat memiliki cara yang sangat sederhana
untuk merias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk
menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari
kulit kerang yang sudah dihaluskan. sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari
arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan
mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan
untuk mewarnai tubuh.
Ada
istiadat suku asmat
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme,
sampai dengan masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai
mengenal agama lain selain agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini
telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam.
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya,
masyarakat Suku Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu :
- Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi
penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan
ibu kandung alau ibu mertua.
- Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan
upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang
menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan.
Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
- Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun
wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua
lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji
keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang
berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila
ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak
pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang
melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu
atap.
- Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal,
maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku
ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini
dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas
jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
Unik
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum
pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang
dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada
peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini
hingga berumur 5 tahun.
Rumah
Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan
panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini
jika kita berkunjung ke Asmat Pedalaman.Bahkan masih ada juga diantara mereka
yang membangun rumah tinggal diatas pohon.
Agama
Masyarakat Suku Asmat beragama
Katolik,Protestan,dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam
dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi Suku Asmat ulat sagu
merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini diadakan,dapat
dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan. (Kal Muller,Mengenal
Papua,2008,hal.31)
Kepercayaan
Dasar
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai
anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana
mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada
jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang
suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang
masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati.
Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu
bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal
manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
- Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama
bagi keturunannya.
- Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis
tertentu.
- Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh
upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu
berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :
- Mbismbu (pembuat tiang)
- Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
- Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
- Yamasy pokumbu (upacara perisai)
- Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga,
arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa
penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta
menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta
seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta
ulat-ulat sagu.
Roh-roh
dan Kekuatan Magis
- Roh setan
Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat
dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami
oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan
setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori :
1. Setan yang membahayakan hidup tolol Setan yang
membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat
mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah
meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang membawa penyakit
dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup Setan
dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak
membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan
mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal roh yang sifatnya baik
terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek moyang yang disebut
sebagai yi-ow
- Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang Asmat juga percaya akan adanya
kekuatan-kekuatan magis yang kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal
-hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti
dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan
pemburuan binatang.
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk
menemukan barang yang hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri
barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai
alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
Sumber
Alam dan Potensi Alam
Selain ikan,cucut,kepiting,udang,teripang,ikan
penyu,cumi-cumi,dan hewan lainnya yang melimpah ruah.Daerah Asmat juga memiliki
sumber daya alam yang amat luar biasa,seperti :
rotan,kayu,gahar,kemiri,kulit masohi,kulit lawang,damar,dan kemenyan.
Wanita
Dalam Pandangan Suku Asmat
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang
berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu,kuskus,anjing,burung kakatua dan
nuri,serta bakung),seperti kata Asmat diatas,menunjukkan bagaimana sesungguhnya
masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka.Hal ini
tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka.Namun dalam gegap
gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat.Tersembunyi suatu realita
derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam
menghidupi suku tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk
suami dan anak-anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo
sampai kepada mencari pohon sagu yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa
sagu dari hutan,memasak dan menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau
tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk
keperluan minum keluarga.
Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat
sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya,mengisap
tembakau,dan berjudi.Kadang suami membuat rumah atau perahu,namun dengan batuan
istri.Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar.Sayangnya
mereka hanya benar-benar menemani.Mendayung perahu,menebang kayu,dan membawanya
pulang adalah tugas istri.Suami yang cukup berbaik hati akan membantu
membawakan kapak istrinya.
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya
seperti sagu atau ikan,maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan.Jika
mereka kalah judi,maka istri pula yang akan dijadikan obyek kekesalan.Mereka
yang tinggal di Agats,kini terbiasa pula untuk mabuk,mereka lebih rentan untuk
mengamuk,sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
Kadangkala laki-laki Asmat mengukir,jika mereka
ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta.Ketika laki-laki
mengukir,maka tugas perempuan akan semakin bertambah.Perempuan harus terus
menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat
terus bertenaga untuk mengukir.Semakin lama laki-laki mengukir,semakin banyak
pula makanan yang harus mereka sediakan.Hal itu berarti akan semakin lelah
perempuan Asmat,karena harus memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan bahkan
menjaring ikan,lebih tragisnya lagi,jika ukiran itu dijual,maka uangnya hanya
untuk suami yang membuatnya,perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk
jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu,satu ukiranpun
tidak akan selesai dibuat.(Dewi Linggasari,2004,Yang Perkasa Yang Tertindas.
Potret Hidup Perempuan Asmat.Yogyakarta : Bigraf Publishing,bekerjasama
dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation.Hal.22).
Bencana
Yang Di Waspadai
Bencana bagi Suku Asmat kurang lebih ada
3,yaitu ;
- Penyakit Malaria
- Buaya
- HIV/AIDS
Setelah virus HIV/AIDS marak di Asmat dan mulai
merenggut korban jiwa,semakin bertumpuk daftar persoalan yang harus dihadapi
PEMDA dan seluruh masyarakat Asmat.Sebagai sebuah Kabupaten baru yang tengah
sibuk-sibuknya melakukan pembenahan infrastruktur dan segala sesuatu yang dibutuhkan
dalam rangka menyelenggarakan sebuah pemerintahan baru,dalam berbagi
aspek,berjangkitnya HIV/AIDS ini merupakan sebuah pukulan telak yang bakal
menyedot dana,waktu,tenaga,dan pikiran dari segenap komponen masyarakat
Asmat,instansi-instansi terkait dalam jajaran pemerintahan Kabupaten Asmat
khususnya dan sudah pasti butuh Pemerintah Pusat perlu segera mengambil
langkah-langkah penanggulanggannya.
Mitologi
Dalam hal kepercayaan orang Asmat yakin bahwa
mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang
laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menururt keyakinan
orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang
jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat
yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan.
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu
namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia
diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam.
Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia
sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang mendamparkannya di tepi sungai
Asewetsy, desa Syuru sekarang. Untung ada seekor burung Flamingo yang
merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan
mengukir dua patug yang sangat indah serta membuat sebuah genderang em, yang
sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa
henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada
kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu
bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama,
yaitu nenek-moyang orang Asmat.
Upacara
Adat
Ritual/ Upacara suku Asmat yaitu
- Ritual Kematian
Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur
mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah.
Bila seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut
mati karena suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang
kemudian mati pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena
mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya
kematian orang dewasa mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat
Asmat.
Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang
kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh
tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan
mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh
leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran
kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia.
Sampai pada akhir abad 20an, para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan
pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus
membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka, sementara bagian
badannya di tawarkan untuk dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga
terdekat berkumpul mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal
akan menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan
kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena
mereka percaya si sakit akan ´membawa´ salah seorang dari yang dicintainya
untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam
pagar dari dahan pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka
ratapan dan tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut
memeluk sis akit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur.
Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup semua lubang
dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud menghalang-halangi
masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat menjelang kematian.
Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap hari sampai
berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya.
Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya juga akan
menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik
bagi orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan
di atas para (anyaman bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan
dibiarkan sampai busuk. Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di
atas pokok-pokok kayu. Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal
petanda cinta kasih pada yang meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh
orang yang telah meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung,
terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu
yangtingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu
lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian
dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan
terakhir roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar,
orang Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang
meninggal. Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian,
sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga
tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di
pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur,
keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.
- Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat
perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal
yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan
diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan
perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali
kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan
itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu.
Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke
air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu
meminta bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di
belakang dan selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara
khusus yang dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat.
Maksudnya adalah agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian
dalam dan di bagian luar berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi
ukiran yang berbentuk keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan
binatang lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum
dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih dahulu. Para pemilik perahu baru
bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling
berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi
-nyanyian dan penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk
mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri dengan
cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan
wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun, ada
juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka
persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu
-perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan
memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih
terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
- Upacara Bis
Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting
di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung
leluhur (bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis
ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan
kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak
yang membunuh.
Untuk membuat patung leleuhur atau saudara yang
telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung
dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung
berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam
masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang
disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat hubungan
persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti peperangan.
Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-perangan antara wanita dan
pria yang diadakan tiap sore.
Upacara perang-perangan ini bermaksud untuk
mengusir roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita berkesempatan untuk memukul
pria yang dibencinya atau pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini, karena
peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan
bila terjadi mala petaka di kampung atau apabila hasil pengumpulan bahan
makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini disebabkan roh-roh
keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ketempat perisitirahatan
terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari anggota
keluarga yang telah meninggal. Yang satu berdiri di atas bahu yang lain
bersusun dan paling utama berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan
diberikan hiasan-hiasan.Usai didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu
panggung yang dibangun dirumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang
ditinggalkan akan mengatakan bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan
mereka mengharapkan agar roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau
Sirets dengan tenang. Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak
diganggu dan diberikan kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan
ditegakkan di daerah sagu hingga rusak.
- Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)
Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu
rumah keluarga dan rumah bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting
bagi orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga)
pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang
bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius. Suatu keluarga dapat
tinggal di sana, namun apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan
atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang
Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh
keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang
dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan tifa.
No comments:
Write comments