A.
PENGANTAR
Pada awal yang telah diuraikan, Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, menelaah gejala-gejala yang
wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, perubahan sosial
dan kebudayaan, serta perwujudannya. Namun tidak semua gejala tersebut berjalan
normal sesuai yang dikehendaki masyarakat. Hal itu karena unsur-unsur
masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga muncul gejala-gejala
abnormal di masyarakat yang lebih dikenal sebagai masalah-masalah sosial.
Masalah-masalah sosial menyangkut
nilai-nilai sosial yang mencakup pula segi moral. Karena untuk dapat
mengklasifikasikan suatu persoalan sebagai masalah sosial, harus digunakan
penilaian sebagai ukurannya. Apabila suatu masyarakat menganggap sakit jiwa,
bunuh diri, perceraian, narkoba sebagai masalah sosial, masyarakat tersebut
tidak semata-mata menunjuk pada tata kelakuan yang menyimpang. Akan tetapi,
sekaligus juga mencerminkan ukuran-ukuran umum mengenai segi moral.
B.
MASALAH
SOSIAL, BATASAN DAN PENGERTIAN
Masalah sosial merupakan hasil proses
perkembangan masyarakat. Artinya problem tadi memang sewajarnya timbul apabila
tidak diinginkan adanya hambatan-hambatan terhadap penemuan-penemuan baru atau
gagasan baru. Banyak perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat
walaupun kadang mengakibatkan kegoncangan dalam masyarakat. Dala jangka waktu
perubahan itu, timbullah masalah sosial yang merupakan akibat dari interaksi
sosial antar individu, individu dengan kelompok atau bahkan kelompok dengan
kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi,
dan ideology, yang ditandai degan suatu proses sosial yang disasosiatif.
Masalah sosial juga timbul akibat tiadak
adanya integrasi yang harmonis antara lembaga lembaga kemasyarakatan. Orang
perorangan mengalami kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan diri degan
macam-macam hubungan-hubungan sosial.
Para sosiolog merumuskan usaha untuk
membuat indeks yang memberikan petunjuk akan adanya masalah sosial.
Indeks-indeks tersebut misalnya adalah indeks simple rates, yaitu angka laju
gejala-gejala abnormal dalam masyarakat, angka-angka bunuh diri, perceraian,
kejahatan anak-anak, dan seterusnya. Sering kali juga diusahakan system
composite indicates, yaitu gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek
yang mempunyai kaitan satu degan lainnya.
Selain petunjuk-petunjuk terjadinya
masalah-masalah sosial diatas ada juga petunjuk seperti, komposisi penduduk,
social distance dan pertisispasi sosaial.
C. KLASIFIKASI
MASALAH SOSIAL DAN SEBAB – SEBABNYA
Ø
Klasifikasi
masalah sosial berdasarkan sumber – sumbernya yaitu masalah sosial timbul dari
kekurangan – kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber
pada faktor – faktor ekonomis, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan. Sesuai
dengan sumber sumber tersebut, masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam
empat kategori. Yaitu:
1.
Faktor
ekonomis, problem problem yang berasal dari faktor ekonomis antara lain
kemiskinan, pengangguran, dsb
2.
Faktor
biologis, misalnya adalah masalah sosial karena penyakit.
3.
Faktor
psikologis, timbul persoalan seperti penyakit syaraf, bunuh diri, disorganisasi
jiwa, dst
4.
Faktor
kebudayaan, meliputi persoalan yang menyangkut perceraian, kejahatan, kenakalan
anak – anak, konflik rasial, dan keagamaan.
Ø
Klasifikasi
yang berbeda mengadakan pengolahan atas dasar kepincangan – kepincangan dalam
warisan fisik, warisan biologis, warisan sosial, dan kebijaksanaan sosial.
1.
Warisan
fisik, dapat dimasukkan masalah sosial yang disebabkan adanya pengurangan atau
pembatasan – pembatasan sumber alam.
2.
Warisan
biologis, mencakup persoalan – persoalan penduduk misalnya bertambah atau
berkurangnya penduduk, pembatasan kelahiran, migrasi, dsb. Persoalan seperti
depresi, pengangguran, hubungan minoritas dengan mayoritas, pendidikan,
politik, pelaksanaan hukum, agama, pengisian waktu – waktu terluang, kesehatan
masyarakat termasuk golongan kategori warisan sosial.
3.
Kebijaksanaan
sosial, dapat dimasukkan hal – hal seperti perencanaan ekonomi, perencanaan
sosial, dsb.
D. UKURAN – UKURAN
SOSIOLOGIS TERHADAP MASALAH SOSIAL
Didalam
menentukan apakah suatu masalah termasuk masalah sosila atau tidak, sosiologi
menggunakan beberapa pokok persoalan sebagai ukuran, yaitu sebagai berikut:
1.
Kriteria
Utama
Suatu masalah sosial yaitu tidak adanya
penyesuaian antara ukuran – ukuran dan nilai-
nilai sosial dengan kenyataan – kenyataan serta tindakan – tindakan
sosial. Unsur unsur yang pertama dan pokok masalah sosial adalah adanya
perbedaan yang mencolok antara nilai – nilai dengan kondisi – kondisi nyata
kehidupan.
2.
Sumber
– Sumber Sosial Masalah Sosial
Disini sering diartikan bahwa masalah
sosial hanya bersumber pada gejala – gejala sosial atau proses – proses sosial.
Masalah sosial seringkali ditafsirkan secara sempit yaitu yang dilakukan oleh
manusia. Sedangakan kepincangan yang disebabkan oleh gempa bumi, gunung
meletus, banjir, dan segala sesuatu yang disebabkan oleh alam dianggap bukanlah
merupakan masalah sosial. Padahal sejatinya hal tersebut tidaklah benar,
nisalnya kemiskinan mungkin terjadi karena kegagalan panen, suatu lantaran yang
bersumber pada alam yang tidak menguntungkan manusia. Jadi hal yang pokok
disini adalah bahwa akibat dari gejala – gejala sosial maupun gejala – gejala
bukan sosial dapat menyebebkan masalah sosial.
3.
Pihak
– Pihak Yang Menetaapkan Apakah Suatu Kepincangan Merupakan Masalah Sosial Atau
Tidak.
Ukuran
judul diatas bersifat sangat relatif. Mungkin dikatakan bahwa oran banyaklah
yang harus menentukannya. Dalam masyarakat, merupakan gejala yang wajar jika
sekelompok warga masyarakat menjadi pemimpin masyarakat tersebut. Golongan
kecil tersebut mempunya kekuasaan dan wewenang yang lebih besar dari
orang-orang lain untuk membuat dan menentukan kebujakan sosial. Sukar untuk
membayangkan bahwa setiap warga masyarakat harus menentukan nilai-nilai sosial,
yang kemudian dilebur menjadi satu pendapat, hal ini dirasa tidak mungkin
karena setiap manusia sesuai dengan kedudukan dan peranannya dalam lapisan
masyarakat mempunyai nilai dan kepentingan yang berbeda. Sikap masyarakat itu
sendirilah yang menentukan apakah suatau gejala merupakan suatu masalah sosial
atau tidak.
4. Manifest
Social Problems dan Latent Social Problems
Manifest
social problem merupakan masalah sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya
kepincangan-kepincangan dalam masyarakat, yang dikarenakan tidak sesuainya
tindakan dengan norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Masyarakat pada
umumnya tidak menyukai tindakan-tindakan yang menyimpang. Sedangkan latent
social problem juga menyangkut hal-hal yang berlawanan dengan nilai-nilai masyarakat,
tetapi tidak diakui demikian halnya. Sosiologi tidaklah bertujuan untuk
membentuk manusia-manusia yang bijaksana dan baik dalam semua tindakannya,
tetapi untuk membuka mata agar mereka memperhitungkan akibat dari segala
tindakannya.
5. Perhatian
Masyarakat dan Masalah Sosial
Suatu
kejadian yang merupakan masalah sosial belim tendu mendapat perhatian yang
sepenuhnya dari masyarakat. Suatu masalah yang merupakan manifest social
problem adalah kepincangan-kepincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat
diperbaiki dibatasi atau bahkan dihilangkan. Lain halnya dengan latent social
problem yang sulit diatasi karena walaupun masyarakat tidak menyukainya,
masyarakt tidak berdaya untuk mengatasinya. Sosiologi seharusnya berpegang pada
kedua masalah tersebut yang didasarkan pada sistem nilai-nilai masyarakat.
Sosiologi seharusnya mendorong masyarakat untuk memperbaiki
kepincangan-kepincangan yang diterimanya sebagai gejala-gejala abnormal yang
mungkin dihilangkan(atau dibatasi).
E.
BEBERAPA MASALAH SOSIAL PENTING
1. Kemiskinan
Kemiskinan
diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Dengan berkembangnya perdagangan ke
seluruh dunia dan ditentukannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu
kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah ekonomi. Kemiskinan
dianggap masalah sosial apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga
masyarakat ditentukan secara tegas. Pada masyarakat yang bersahaja sususun dan
organisasinya, tidak akan terlalu memperhatikan keadaan kemiskinan kecuali apa
mereka betul-betul menderita karena kemiskinan. Faktor-faktor yang menyebabkan
mereka benci kemiskinan adalah merela telah gagal untuk memperoleh lebih
daripada apa yang telah dimilikinya dan perasaan akan adanya ketidakadilan.
Pada masayarakat modern, benda-benda sekunder dijadikan ukuran bagi keadaan
sosial-ekonomi seseorang apakah dia kaya atau miskin. Dengan demikian
permasalahannya yaitu tidak adanya pembagian kekayaan yang merata. Persoalan
menjadi lain bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi tetapi gagal mencari
pekerjaan. Bagi mereka masalah kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, dan lain sebagainya.
2. Kejahatan
Kejahatan disebabkan karena
kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang sama, yang menghasilkan
perilaku-perilaku sosial lainnya. Hal tersebut menghasilkan dua kesimpulan yaitu :
1)
Terdapat hubungan antara variasi angka kejahatan dengan
variasi organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi.
2)
Para sosiolog berusaha untuk menentukan proses-proses yang
menyebabkan seseorang menjadi penjahat.
Perilaku jahat dipelajari dalam interaksi dengan orang-orang
lain dan orang tersebut mendapat perilaku jahat sebagai hasil interaksi dengan
kecenderungan melawan norma-norma hukum yang ada. Suatu gejala lain yang perlu
mendapatkan perhatian adalah white collar crime , yang timbul
pada abad modern ini. Banyak ahli beranggapan bahwa tipe kejahatan ini
merupakan ekses dari proses perkembangan ekonomi yang terlalu cepat yang
menekankan pada aspek finansial belaka. Sebenernya faktor-faktor individual tak
akan mungkin dipisahkan dari faktor-faktor sosial, walaupun dapat dibedakan.
Hasil penelitian di beberapa negara eropa menunjukan bahwa dorongan utama
adalah masalah kebutuhan. Hal ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari faktor
sosial. Suatu studi yang pernah dilakukan di Yugoslavia misalnya memberikan
petunjuk bahwa timbulnya white collar crime karena situasi sosial
memberikan peluang. Situasi tersebut justru dimulai oleh golongan yang
seyogyanya memberikan contoh teladan kepada masyarakat luas, Kemudian terjadilah
kepudaran pada hukum yang berlaku sehingga timbul suasana yang penuh dengan
peluang dan kesempatan yang menyebabkan masyarakat mulai tidak mempercayai
nilai dan norma hukum yang berlaku.
3. Disorganisasi keluarga
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga
sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi
kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya.
Secara
sosiologis, bentuk-bentuk disorganisasi keluarga adalah
- Unit keluarga yang tidak lengkap
- Disorganisasi keluarga karena putusnya perkawinan yang
disebabkan perceraian
- Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut, yaitu dalam
hal komunikasi antar anggotanya
- Krisis keluarga
- Krisis keluarga yang disebabkan oleh faktor-faktor
intern
Disorganisasi keluarga mungkin terjadi pada masyarakat-masyarakat
sederhana karena suami sebagai kepala keluarga gagal memenuhi
kebutuhan-kebutuhan primer keluarganya. Didalam zaman modern ini
disorganisasi keluarga mungkin terjadi karena konflik peranan sosial atas dasar
perbedaan Ras, Agama, atau faktor sosial ekonomis.
4.
Masalah Generasi Muda dalam Masyarakat Modern
Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri
yang berlawanan, yakni keinginan untuk melawan dan sikap yang apatis. Sikap
melawan biasanya disertai dengan suatu rasa takut bahwa masyarakat akan hancur
karena perbuatan-perbuatan menyimpang. Sedangkan sikap apatis disertai dengan
rasa kecewaterhadap masyarakat.
Pada
masyarakat yang sedang mengalami transisi generasi muda seolah-olah terjepit
antara norma-norma lama dengan norma-norma baru. Masa remaja dikatakan sebagai
suatu masa yang berbahaya karena pada periode itu, seseorang meninggalkan tahap
kehidupan anak-anak, untuk menuju ke tahap selanjutnya, yaitu tahap kedewasaan.
5.
Peperangan
peperangangan
mungkin merupakan masalah sosial paling sulit dipecahkan sepanjang sejarah
kehidupan manusia. peperangan merupakan satu bentuk pertentangan dan juga suatu
lembaga kemasyarakatan.peperangan merupakan bentuk pertentangan yang setiap
kali diakhiri dengan suatu akomodasi. peperangan mengakibatkan disorganisasi
dalam berbagai aspek kemasyarakatan, baik negara yang keluar sebagai
pemenang apalagi bagi negara yang takluk sebagai si kalahi. apalagi peperangan
pada dewasa ini biasanya merupakan perang total yaitu di mana tidak hanya angkatan
bersenjata yang tersangkut tetapi seluruh lapisan masyarakat.
6.
Pelanggaran Terhadap Norma – Norma Masyarakat
a) Pelacuran
Pelacuran dapat diartikan sebagai
suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan
perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah. sebab-sebab terjadinya
pelacuran haruslah dilihat dari faktor-faktor endogen dan eksogen. di antara
faktor-faktor endogen dapat disebutkan nafsu kelamin yang besar , sifat malas,
dan keinginan yang besar untuk hidup mewah. diantara faktor-faktor eksogen yang
utama adalah faktor ekonomis, urbanisasi yang tak teratur, keadan kerumahan
yang tak memenuhi syarat dan seterusnya. sebab utama sebenarnya adalah konflik
mental, situasi yang tidak menguntungkan pada masa anak-anak dan pola kepribadian
yang kurang dewasa
b) Delinkuensi anak-anak
Delinkuensi anak-anak mengacu pada
pelanggaran sosial, pencurian, perampokan, pencopetan penganiayaan, pelanggaran
sosial, [enghuna obat-obat perangsan dan melanggar lalu lintas. sorotan
terhadap delinkuensi anak-anak di Indonesia terutama tertuju pada
perbuatan-perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak mudah dari kelas
sosial-sosial tertentu. penelitian terhadap delimkuensi anak-anak terutama yang
berasal dari blighted area yaitu wilayah kediaman dengan tingkat disorganisasi
tinggi merupakan hal yang perlu juga dilakukan
c) Alkoholisme
Masalah
alkohol dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada umumnya tidak berkisar pada
apakah alkohol boleh atau dilarang dipergunakan. Persoalan pokoknya adalah siapa
yang boleh menggunakannya, di mana, kapan, dan dalam kondisi yang bagaimana.
Dalam
kenyataannya, masyarakat mempunyai pengaruh tertentu terhadap penggunaan alkohol.
Pada umumnya proses pengaruh tersebut sebagai berikut:
1. Setiap
masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengendalikan, mengintegrasikan, dan
membangun warganya.
2. Setiap
masyarakat membentuk lembaga-lembaga atau pola-pola tertentu yang dapat
menyalurkan rasa tegang atau rasa khawatir.
3. Dalam
setiap masyarakat berkembang pola sikap tertentu terhadap perilaku minum-minum.
Secara tradisional minum-minum merupakan acara yang mempunyai berbagai fungsi,
antara lain, untuk memperlancar pergaulan.
4. Setiap
masyarakat cenderung menempatkan pemabuk sebagai pihak yang menyimpang atau
bahkan pelanggar.
Pembicaraan
alkoholisme mengenai aspek hukum hanya akan dibatasi pada perundang-undangan.
Perundang-undangan merupakan segala kepurtusan resmi secara tertulis yang
dibuat penguasa, yang mengikat. Dengan demikian, perundang-undangan merupakan
satu segi saja dari aspek hukum karena di samping perundang-undangan ada hukum
adat, hukum yurispudensi, dan seterusnya.
Pembicaraan
mengenai aspek hukum yang dibatasi pada perundang-undangan akan dipusatkan pada
akibat pemakaian alkohol. Artinya, yang akan disajikan adalah mengenai orang
mabuk dan keadaan yang berkaitan dengan itu, yang sebenarnya berlandaskan aspek
sosial.
Dalam
Kitab Undang-Undanh Hukum Pidana hanya terdapat satu pasal yang mengatur
tentang keadaan mabuk sebagai kejahatan, yaitu terdapat pada Pasal 300. Selain
itu, ketentuan-ketentuan lainnya tentang mabuk berkaitan dengan pelanggaran
terdapat pada Pasal 494. Dan apabila seseorang dalam keadaan mabuk berada di
jalan umum, perbuatan itu diatur oleh Pasal 536. Selanjutnya pasal-pasal
lainnya seperti misalnya Pasal 537, 538 dan 539 mengatur perihal pemberi,
penjual, atau pihak yang menyediakan minuman memabukkan pada suatu keramaian.
Sebagai
kesimpulan sementara dapatlah dikatakan bahwa pola minum-minuman yang
mengandung alcohol dalam batas-batas tertentu dianggap biasa. Akan tetapi,
kalau perbuatan tersebut mengakibatkan keadaan mabuk, hal itu dianggap sebagai
penyimpangan yang tidak terlampau berat apabila belum menjadi kebiasaan.
Dengan
demikian, dari sudut aspek social yang penting adalah mencegah adanya pemabuk.
Disamping itu, yang juga penting adalah menanggulangi keadaan di mana sudah ada
pemabuk.
d) Homoseksualitas
Secara
sosiologis, homoseksual adalah seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang
sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksualitas merupakan
sikap-tindak atau pola perilaku para homoseksual. Pria yang melakukan
sikap-tindak demikian disebut homoseksual, sedangkan lesbian merupakan sebutan
bagi wanita yang berbuat demikian. Hal yang berbeda dengan homoseksual adalah
disebut transeksual. Mereka menderita konflik batiniah yang menyangkut
identitas diri yang bertentangan dengan identitas social sehingga ada
kecenderungan untuk mengubah karakteristik seksualnya.
Homoseksual
dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yakni:
1. Golongan
yang secara aktif mencari mitra kencan di tempat-tempat tertentu, seperti
misalnya, bar-bar homoseksual,
2. Golongan
pasif, artinya yang menunggu,
3. Golongan
situasional yang mungkin bersifat pasif atau melakukan tindakan-tindakan
tertentu.
Penjelasan
secara sosiologis mengenai homoseksualitas bertitiktolak pada asumsi bahwa
tidak ada pembawaan lain pada dorongan seksual, selain kebutuhan untuk
menyalurkan ketegangan. Oleh karena itu, baik tujuan maupun objek dorongan
seksual diarahkan oleh factor social. Artinya, arah penyaluran ketegangan
dipelajari dari pengalaman-pengalaman social. Dengan demikian, tidak ada pola
seksual alamiah, karena yang ada hanyalah pola peuasnya yang dipelajari dari
adat istiadat lingkunan sosial. Lingkungan sosial akan menunjang atau mungkin
menghalangi sikap-tindak dorongan-dorongan seksual tertentu.
Seseorang
menjadi homoseksual karena pengaruh orang-orang sekitarnya. Sikap-tindaknya
yang kemudian menjadi pola seksualnya dianggap sebagai sesuatu yang dominan
sehingga menetukan segi-segi kehidupan lainnya.
Dengan
demikian, dapat dikatakan secara sosiologis, lingkungan sosial memberikan
benntuk pada sikap-tindak homoseksual. Apabila hipotesis menyatakan bahwa
setiap manusia mempunyai naluri sebagi homoseksual, lingkunganlah yang
memungkinkan berkembangnya naluri itu, atau mematikannya. Bagi kalangan
homoseksual, hal ini antara lain, berarti perubahan, peranan yang disandangnya.
Namun, perubahan peranan itu terutama disebabkan karena kebutuhan penyaluran
kebutuhan seksual.
Pada
kalangan lesbian, dorongan utamanya adalah pada kasih sayang. Lagi pula, karena
faktor kasih sayang itu, lesbianisme cenderung terjadi secara temporer, karena
sama sekali tidak menyangkut perubahan peranan pada diri wanita yang
bersangkutan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa lesbianisme terjadi dalam
konteks interpersonal.
Dorongan
yang kuat untuk menyimpang, antara lain dalam bentuk homoseksualitas merupakan
reaksifterhadap kedudukan dan peranan yang diberikan oleh lingkungan sosial
kepada seseorang. Hal ini disebabkan, karena adanya keyakinan bahwa moralitas
tidak kesempatan kepada pribadi untuk membentuk kepribadian itu. Kadang-kadang
hal itu disebabkan oleh ketegangan-ketegangan yang timbul sebagai akibat
pertentangan antara berbagai kelas sosial dalam masyarakat yang terbentuk dalam
proses pelapisan sosial.
7. Masalah
Kependudukan
Penduduk
suatu negara, pada hakikatnyamerupakan sumber yang sangat penting bagi
pembangunan sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Salah-satu
tanggung jawab utama negara adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk serta
mengambil langkah-langkah pencegahanterhadap gangguan kesejahteraan.
Kesejahteraan penduduk ternyata mengalami gangguan oleh perubahan-perubahan
demografis yang sering kali tidak dirasakan.
Di
Indonesia gangguan-gangguan tersebut menimbulkan masalah-masalah, antara lain
1.
Bagaimana menyebar
penduduk, sehingga tercipta kepadatan penduduk yang sesuai untuk seluruh
Indonesia;
2.
Bagaimana mengusahakan
penurunan angka kelahiran, sehingga perkembangan kependudukan dapat diawasi
dengan seksama.
Tujuan utama suatu proses pembangunan adalah untuk
secara bertahap meningkatkan produktivitas dan kemakmuran penduduk secara
menyeluruh. Langkah mengurangi angka kelahiran ini bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kesehatan ibu-ibu dan anak-anak maupun keluarga serta bangsa
secara menyeluruh. Tujuan lain adalah meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat
dengan mengurangi angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi
kapasitas produksi.
8. Masalah Lingkungan Hidup
Lingkungan
Hidup biasanya dibedakan dalam kategori-kategori sebagai berikut :
1.
Lingkungan Fisik, yakni
semua benda mati yang ada di sekeliling manusia.
2.
Lingkungan Biologis,
yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme yang hidup (
di samping manusia itu sendiri ).
3.
Lingkungan Sosial, yang
terdiri dari orang-orang baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar
manusia.
Lingkungan Fisik, Biologis, maupun Sosial senantiasa
mengalami perubahan-perubahan. Agar dapat mempertahankan hidup, manusia
melakukan penyesuaian-penyesuaian atau adaptasi. Biasanya adaptasi dibedakan
sebagai berikut :
A. Adaptasi
Genetik
Setiap Lingkungan hidup biasanya
merangsang penghuninya untuk membentuk struktur tubuh yang spesifik, yang
bersifat turun-temurun dan permanen.
B. Adaptasi
Somatis
Merupakan penyesuaian secara
struktural atau fungsional yang sifatnya sementara. Dalam hubungan antara
organisme dengan organisme lainnya dibedakan sebagai berikut
a.
Hubungan Simbiosis
b. Hubungan
Sosial
Lingkungan terjadi
karena adanya hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup tertentu,
yang membentuk suatu keserasian atau keseimbangan tertentu. Keseluruhan
lingkungan hidup tertentu tersebut biasanya dinamakan Masyarakat Organisme
Hidup atau Biotic Community.
Suatu Biotic
Community tinggal disuatu wilayah “Masyarakat“ benda atau Abiotic Community.
Antara keduanya terjadi proses interaksi yang menuju kesuatu keadaan serasi.
Ada Ekosistem yang Alamiah dan adapula Ekosistem yang merupakan Buatan Manusia.
Ekosistem buatan agak kurang Heterogenitas sehingga selalu membutuhkan bantuan
energi agar tetap stabil. Suatu Ekosistem mungkin mengalami perubahan akibat
beberapa pengaruh misalnya :
1)
Pengaruh Sinar Matahari
2)
Pengaruh Iklim
3)
Pengaruh Panas dan Dingin
Pencemaran akan terjadi
apabila di dalam lingkungan hidup manusia, baik yang bersifat Fisik, Biologis,
maupun Sosial, terdapat suatu bahan yang merugikan Eksistensi Manusia. Hal itu
disebabkan karena bahan tersebut terdapat dalam konsentrasi yang besar, yang
pada umumnya merupakan hasil dari aktivitas manusia itu sendiri. Masalah
pencemaran biasanya dibedakan dalam beberapa klasifikasi, seperti, Pencemaran
Udara, Pencemaran Air, Pencemaran Tanah, serta Pencemaran Kebudayaan. Bahan
Pencemarnya (Pollutant) adalah Pencemar Fisik, Pencemar Biologis, Pencemar
Kimiawi, dan Pencemaran Budaya atau Sosial.
9. Birokrasi
Pengertian
birokrasi menunjuk pada suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengarahkan
tenaga denganteratur dan terus menerus untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Atau dengan kata lain, birokrasi merupakan organisasi yang bersifat hierarkis,
yang ditetapkan secara rasional untuk mengordinasikan pekerjaan
orang-oranguntuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas adminitratif. Dalam
sisologi pengertian tersebut merujuk pada suatu keadaan yang netral artinya
sosiologi tidak mempersoalkan apakah birokrasi itu bersifat menghambat ataukah
melancarkan berputarnya roda pemerintahan. makna pokok birokrasi terletak pada
kenyataan bahwa organisasi tersebut menghimpun tenaga-tenaga demi jalannya
organisasi tanpa terlalau menekankan pada tujuan-tujuan pokok yang hendak
dicapai.
Ciri-ciri
birokrasi dan cara terlaksananya menurut max weber adalah sebagai berikut:
a. Adanya
ketentuan tegas dan resmi mengenai kewenangan yang didasarkan pada peraturan-
peraturan umum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum dan administrasi
1) Kegiatan
sehari-hari untuk kepentingan birokrasi dibagi secara tegas yang resmi.
2) Wewenang
untuk memberi perintah atas dasar tugas resmi tersebut diatas diberikan secara
langsung dan terdapat pembatasan-pembatasan oleh peraturan-peraturan mengenai
cara-cara yang bersifat paksaan, fisik, agama, atau sebaliknya yang boleh
digunakan oleh para petugas.
3) Peraturan
– peraturan yang sistematis disusun untuk kelangsungan pemenuhan tugas-tugas
tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut dan pelaksanaan hak-hak, hanya
orang-orang yang memenuhi persyaratan umum saja yagng dapat dipekerjakan.
b. Prinsip
pertingkatan (hierarchy) dan derajat wewenang merupakan sistem yang tegas
perihal hubungan atasan dengan bawahan oleh atasanny. Hal ini memungkinkan pula
adanya suatu jalan bagi warga masyarakat untuk meminta supaya
keputusan-keputusan lembaga-lembaga rendahan ditinjau kembali lembaga-lembaga
yang lebih tinggi.
c. Ketatalaksanaan
suatu biokrasi yang moderen didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis (files),
disusun dan dipelihara aslinya ataupun salinannya. Untuk keperluan ini harus
ada tata usaha yang menyelenggarakan secara khusus.
d. Pelaksanaa
birokrasi dalam bidang-bidang tertentu memerlukan latihan dan keahlian khusus,
e. Bila
birokrasi telah berkembang dengan penuh, kegiatan-kegiatannya meminta kemampuan
bekerja yang maksimal dan pelaksana-pelaksananya, terlepas dari kenyataan bahwa
waktu bekerja pada organisasi tersebut secara tegas dibatasi.
f.
Pelaksanaan birokrasi didasarkan
pada ketentuan-ketentuan umum yang bersifat langgeng atau kurang langgeng,
sempurna atau kurang sempurna, semua dapat dipelajari. Pengetahuan akan
peraturan-peraturan memerlukan cara yang khusus, yang meliputi hukum,
ketatalaksanaan administrasi dan perusahaan.
Dengan
memerhatikan ciri-ciri yang telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa
birokrasi paling sedikit mencakup lima unsur yaitu :
a. Organisasi
b. Pengarahan
tenaga
c. Sifat
yang teratur
d. Bersifat
terus menerus
e. Mempunyai
tujuan.
Organisasi
merupakan suatu cara untuk mengumpulkan tenaga serta membagi-bagikan kekuasaan
dan wewenang. Apabila dilihat pada pembagian kekuasaan tersebut, di dalam suatu
organisasi terdapat :
a. Penguasa
dan mereka yang dikuasai
b. Hierarki,
yaitu urut-urutan kekuasaan secara vertikal atau bertingkat dari atas kebawah.
c. Ada
pembagian tugas horizontal, yaitu pembagian tugas antara beberapa bagian,
dimana bagian-bagian tersebut mempunyai kekuasaan dan wewenang yang setingkat
atau sederajat.
d. Ada
suatu kelompok sosial.
Pembagian
kekuasaan yang vertikal berurut dari kepala, wakil kepala, sekretaris, dan
seterusnya sampai pegawai terendah, misalnya tidak hanya saluran yang membawa
perintah dari atas kebawa, tetapi juga merupakan saluran untuk membawa
keinginan-keinginan dari bawah ke atas. Dengan kata lain saluran tersebut
merupakan jalur lintas dua arah (two way traffic).
Pembagian
kekuasaan yang horizontal tidak menyebabkan perbedaan tingkat kedudukan, tetapi
lebih ditekankan pada pembagian kekuasaan dan wewenang secara mendatar yang terutama
dilandaskan pada pebagian kerja serta spesialisasi. Setiap bagian dari
pembagian kerja dan spesialisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya dikoordinasi
oleh kedudukan yang lebih tinggi derajatnya dan demikianlah seterusnya keatas.
F. PEMECAHAN
MASALAH SOSIAL
Pemecahan masalah sosial
menggunakan metode-metode yang bersifat preventif dan represif untuk meniadakan
kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Metode preventif dilaksanakn lebih
sulit karena didasarkan kepada penelitian yang lebih mendalam terhadap
sebab-sebab terjadinya masalah-masalah sosial. Sedangkan metode represif lebih
banyak dipergunakan artinya setelah suatu gejala dapat dipastikan sebagai
masalah sosial, maka barulah diambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya. Di
dalam mengatasi masalah sosial tidaklah perlu semata-mata mengandung aspek
sosiologis, tetapi juga aspek-aspek lainnya, sehingga diperlukan suatu
kerjasama antara ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya untuk
memecahkan masalah sosial yang dihadapi(secara interdisipliner).
G. PERENCANAAN
SOSIAL
Aguste Comte berpendapat
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melihat jauh ke muka serta untuk
mengendalikan tujuannya. Pernyataan tadi kemudian diperkembangkan lebih lanjut
oleh Lester F. Ward yang mempergunakan istiah “social telesis” untuk menunjuk pada arah yang dituju suatu
masyarakat.
Perencanaan sosial (social planning) dari sudut pandang
sosiologi merupakan alat untuk mendapatkan perkembangan sosial, yaitu dengan
jalan menguasai serta memanfaatkan kekuatan alam dan sosial serta menciptakan
tata tertib sosial, melalui mana perkembangan masyarakat terjamin
kelangsungannya. Kecuali daripada itu perencanaan sosial bertujuan untuk
menghilangkan atau membatasi keterbelakangan unsure-unsur kebudayaan materiil
dan teknologi.
Penyalahgunaan
sumber-sumber alam, demoralisasi kehidupan keluarga, angka-angka kejahatan yang
semakin tinggi merupakan akibat dari keterbelakangan perencanaan sosial.
Menurut George A. Lundberg ketidak-sanggupan untuk memecahkan masalah sosial
disebabkan karena:
1. Kurangnya
pengertian terhadap sifat hakekat masyarakat dan kekuatan-kekuatan yang
membentuk hubungan antar manusia.
2. Kepercayaan
bahwa masalah sosial dapat diatasi dengan semata-mata mendasarkannya pada suatu
keinginan untuk memecahkan persoalan tadi, tanpa mengadakan
penelitian-penelitian yang mendalam dan obyektif.
Suatu perencanaan sosial tak akan berarti
apabila individu tidak belajar untuk menelaah gejala-gejala sosial secara
obyektif sehingga dia dapat turut serta dalam perencanaan sosial. Menurut
Ogburn dan Nimkoff, prasyarat suatu
perencanaan sosial yang efektif adalah:
1. Adanya
unsure modern dalam masyarakat yang mencakup suatu system ekonomi dimana telah
dipergunakan uang, urbanisasi yang teratur, intelligentsia di bidang teknik dan
ilmu pengetahuan, dan suatu system administrasi yang baik.
2. Adanya
system pengumpulan keterangan dan analisa yang baik.
3. Terdapatnya
sikap public yang baik terhadap usaha-usaha perencanaan sosial tersebut.
4. Adanya
pimpinan ekonomis dan politik yang progresif.
Selanjutnya untuk melaksanakan perencanaan
sosial dengan baik, diperlukan organisasi yang baik, yang berarti adanya
disiplin di satu pihak serta hilangnya kemerdekaan di pihak lainnya. Suatu
konsentrasi wewenang juga diperlukan untuk merumuskan dan menjalankan perencanaan
sosial tersebut agar perencanaan tadi tidak terseret oleh perubahan sebagai
akibat dari tekanan-tekanan atau kepentingan-kepentingan dari golongan
masyarakat.
No comments:
Write comments